Resume Islam dan Ilmu Pengetahuan

Resume Islam dan Ilmu Pengetahuan


Nama    : Reni Agustin
Nim       : 11190331000060
Prodi     : AFI 2 B
Tugas    : Resume Islam dan Ilmu Pengetahuan

1.       Pengertian ilmu pengetahuan menurut bahasa, istilah, persamaan dan perbedaannya dengan filsafat.
·         ilmu berasal dari bahasa Arab ‘alama yang artinya pengetahuan dalam bahasa indonesia Ilmu pengetahuan adalah susunan kata dari ilmu dan pengetahuan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian (baik yang berkenaan dengan kebatinan maupun yang berkenaan dengan keadan alam dan sebagainya). Menurut istilah ilmu pengetahuan adalah hal yang sistematis atau ilmiah adapun definisi dari Moh. Hatta adalah ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun itu menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam
·         filsafat ilmu pengetahuan adalah adalah filsafat yang membahas khusus berbagai macam hal yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan yang berusaha membahas ilmu pengetahuan sebagai objek secara rasional kritis, logis dan sistematis menyeluruh dan mendasar tidak lain agar kita bisa membedakan, menemukan kerangka pokok dan unsur-unsur dari ilmu pengetahuan yang sebenarnya dan dapat menentukan mana ilmu pengetahuan yang sebenarnya dan mana yang tidak termasuk ruang lingkup ilmu pengetahuan. Filsafat yang mencari kejelasan kebenaran tidak tidak puas terhadap kebiasaan dan pendapat yang dikemukakkan begitu saja , filsafatlah yang berani mendobrak pandangan-pandangan tradisional dan mistis yang diterima begitu sja tanpa adanya penjelasan yang rasional.
·         Filsafat sebagai ilmu pengetahuan sebagai pemikiran filosofis memberikan pertanyaan-pertanyaan dan persoalan-persoalan tentang segala hal yang bersangkutan dengan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan tidak hanya dipahami sebagai dasar kebiasaan yang dilakukan atas dasar pandangan-pandangan saja tidak dapat dipertanggungjawabkan melainkan harus dengan dipahami atas dasar pembahasan yang rasional, kritis, filsafat ilmu pengetahuan tidak membahas ilmu pengetahuan atas perkiraan-perkiraan yang ada pada subjek melainkan juga langsung mengarah pada objek ilmu pengetahuan itu sendiri sebagai objeknya. Filsafat ilmu pengetahuan tidak membatasi pembahasannya hanya pada beberapa unsur atau hanya dari satu segi saja melainkan berupaya membahasnya secara menyeluruh agar mendapatkan pemahanman yang utuh dibahas secara radikal (mendalam)untuk mendapatkan unsur-unsur yang mencadi ciri khas dari ilmu pengetahuan.
·         Landasan yang digunakan untuk melakukan pembahasan secara filosofis yaitu : landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis, berdasar ontologis, mempersoalkan tentang ciri khas dari ilmu pengetahuan bila dibandingkan dengan dengan berbagai macam pengetahuan dan kegiatan yang dilakukan oleh manusia diperlukan persoalan tentang lingkup ilmu pengetahuan sebagai objek dan sasaran perlu diketahui tentang target dari kegiatan ilmu pengetahuan yang ingin diusahakan serta dicapainya. Sementara untuk landasan epistemologis memberikan pemahaman dasar tentang ilmu pengetahuan dalam usaha mewujudkan kegiatan ilmiah, dari sini perlu dijelaskan langkah-langkah ilmu pengetahuan, metode ilmu pengetahuan yang relevan untuk mencapai target ilmiah yang dilakukannya, sementara itu landasan aksiologis menjadi dasar poembahasan untuk menemukan nilai-nilai yang terkait dalam kegiatan ilmiah selain nilai kebenaran, perlu adanya nilai kegunaan yang dapay ditemukan dalam ilmu pengetahuan sebagai implikasinya, ilmu pengetahuan memiliki nilai yang netral yang baik dan jahatnya tergantung pada manusia yang mengoperasikannya.
·         Dalam ilmu pengetahuan tidak membahas segala yang ada atau mungkin ada melainkan membahas apa yang mungkin adanya sebagai objek material untuk dikaji lebih luas dan mendalam, perbedaan antara keduanya adalah jika filsafat memikirkan atau menjangkau sesuatu itu secara menyeluruh, maka ilmu memikirkan atau menjangkau bagian-bagian tertentu tentang sesuatu, jika filsafat menjangkau sesuatu itu secara spekulatif atau perenungan dengan menggunakan metode berpikir deduktif maka ilmu menggunakan pendekatan empiris atau ilmiah dengan menggunakan metode berpikir induktif disamping metode berpikir deduktif.
·         Sebagai ilmu umum filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada mencangkup alam, manusia dan Tuhan, dan jawaban-jawaban yang mendasar mengenai kehidupan manusia, sebagai ilmu khusus maka ilmu pengetahuan tidak mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan tadi karena ilmu-ilmu khusus itu secara hakiki terbatas sifatnya, ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya membantu manusia dalam mengorientasikan diri dalam dunia, mengsistematisasikan apa yang diketahui manusia dan mengorganisasi proses pencahariannya karena ilmu-ilmu pengetahuan terbatas sifatnya maka semua ilmu membatasi diri pada tujuan ataupun bidang-bidang tertentu.


2.       Pandangan Al-Quran, sunnah dan para ahli tentang islam dan pengetahuan
§  Ilmu pengetahuan berkembang pesat seiring perkembangan zaman, perkembangan ini memberi dampak besar terhadap kehidupan, begitupun dengan perkembangan islam yang sangat mendukung terhadap perkembangan zaman melihat dari sisi Al-Qur’an dan sunnah yang melihat tidak hanya dari satu sisi saja, tidak hanya membahas tentang hal-hal Ubudiyah, melainkan juga memuat ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, islam tidak hanya sebagai agama, sangat memberitahukan begitu pentingnya ilmu pengetahuan dan berupaya mengembangkannya dan terus di kaji sampai saat ini.
·         Al-Qur’an merupakan ajaran Allah yang diturunkan melalui perantara Rasulullah melalui malaikat Jibril dan sunnah merupakan ajaran islam kedua, al-qur’an dan sunnah ini merupakan ajaran yang kaya akan ilmu dan pengetahuan, as-sunnah merupakan penjelas untuk memahami ayat-ayat yang ada di Al-qur’an.
·         Islam dan pengetahuan jika disajikan kepada umat manusia di zaman modern ini dapat memperkokoh keimanan manusia, pengembangan ilmu dan pengetahuan akan lebih berkembang jika memahami dan menerapkan Al-Qur’an dan sunnah yang kemudian dapat didukung dengan penelitian, manusia akan lebih memahami dan mengolahnya menjadi sebuah pengetahuan yang dapat memberikan manfaat terhadap kehidupannya.
·         Al-Qur’an adalah mujizat yang kekal dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju jalan yang terang serta membimbing mereka ke jalan yang lurus.[1] Bila kita memperhatikan lebih lanjut turunnya ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun itu adalah surah Al-Alaq 1-5 dimana kita di ingatkan untuk memahami semangat akan keilmuan. Ayat di atas memerintahkan manusia agar gemar membaca, menulis serta gemar melakukan penelitian.[2] Selanjutnya berkembanglah Al-Qur’an ini dalam keilmuan sehingga mendorong kemajuan terhadap ilmu dan pengetahuan di masyarakat.
·         Sunnah merupakan sumber ilmu pengetahuan selanjutnya setelah Al-Qur’an, sunnah yang menyajikan informasi tentang masa lampau dan peristiwa-peristiwa yang menyangkut kehidupan dimasa depan, sunnah ada untuk meluruskan jalan dan membetulkan kesalahan-kesalahan dan untuk melengkapi pengetahuan yang eksperimental dari mereka.
·         Al-Quran dan sunnah memberikan perhatian dalam hal keagamaan dan kehidupan manusia, Al-Quran dan sunnah menjadi sumber hukum islam dan sumber ilmu pengetahuan karena jika kita memahaminya dengan betul maka akan nampak kebenaran dan terdapat ilmu pengetahuan yang mencangkup segala problema kehidupan manusia.
·         Bukti Keterkaitan Al-Qur’an, Sunnah dan Ilmu Pengetahuan
1) Gunung sebagai Pasak Bumi
     Sebuah buku berjudul Earth adalah buku pegangan rujukan di banyak universitas di seluruh dunia. Salah seorang pengarangnya adalah Profesor Emeritus Frank Press. Ia adalah Penasehat Ilmu Pengetahuan dari mantan Presiden Amerika Jimmy Carter dan selama 12 tahun menjadi presiden dari National Academy of Sciences, Washington, DC. Buku tersebut menyatakan bahwa gunung-gunung mempunyai akar di bawah mereka. Akar ini menghujam dalam, sehingga seolah gunung-gunung mempunyai bentuk bagaikan pasak.
     Beginilah Al Qur'an menjelaskan tentang gunung-gunung. Allah berfirman dalam AlQur’an surat An Naba’ ayat 6-7 yang artinya: “Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan, dan gunung-gunung sebagai pasak?”
     Ilmu bumi modern telah membuktikan bahwa gunung-gunung memiliki akar di dalam tanah dan akar ini dapat mencapai kedalaman yang berlipat dari ketinggian mereka di atas permukaan tanah. Jadi, kata yang paling tepat untuk menggambarkan gunung-gunung berdasarkan informasi ini adalah kata "pasak" karena bagian terbesar dari sebuah pasak tersembunyi di dalam tanah. Pengetahuan semacam ini, tentang gunung-gunung yang memiliki akar yang dalam, baru diperkenalkan di paruh kedua dari abad ke-19. Sebagaimana pasak yang digunakan untuk menahan atau mencencang sesuatu agar kokoh, gunung-gunung juga memiliki fungsi penting dalam menyetabilkan kerak bumi. Mereka mencegah goyahnya tanah. Allah berfirman dalam Al Qur’an surat An Nahl ayat 15 yang artinya: “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.”




2) Baju besi (Perisai)
     Allah SWT  berfirman dalam Al Qur’an surat Al Anbiya’: 80, yang artinya: “Dan telah kami ajarkan pada Daud membuat baju besi (perisai) untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu. Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah).”
     Ayat tersebut menjelaskan tentang ilmu Metalurgi, yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi tentang bagaimana mengerjakan logam (besi) agar bisa dibuat baju besi (perisai) sehingga pemakainya tahan terhadap sabetan pedang dan juga tidak tembus anak panah. Dengan teknologi baju besi nabi Daud dapat memenangkan peperangannya. Pada saat ini juga telah dibuat baju (rompi) tahan peluru yang di pakai para pejabat Negara dan juga para petugas keamanan demi keselamatan dari ancaman tembakan.

3) Bintang-bintang di langit
 Nabi pernah bersabda: “Bintang-bintang adalah pengaman bagi langit, jika bintang mati, maka datanglah pada langit sesuatu yang mengancamnya. Dan aku adalah pengaman bagi sahabatku, jika aku mati, maka datanglah kepada para sahabat sesuatu yang mengancam mereka. Sahabatku adalah pengaman umatku, jika mereka mati, maka datanglah kepada umatku sesuatu yang mengancam mereka”.
     Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dalam hadits ini hanya membahas satu larik saja, yaitu sabda Nabi: “Bintang-bintang adalah pengaman langit. Jika bintang mati, maka datanglah pada langit sesuatu yang mengancamnya.”
     Maksud dari kematian bintang adalah meredup dan memudarnya sinar bintang. Sedang maksud dari “sesuatu yang mengancam langit” adalah tersingkap, terpecah, terbuka dan perubahan langit menjadi sesuatu yang tidak terurus, diterlantarkan, dan dipenuhi asap dan kabut.
Bintang merupakan benda langit yang terbesar di langit dunia. Bintang berbentuk bulat atau semi bulan, berbentuk gas, menyala-nyala, bersinar dengan sendirinya, dan terikat dengan benda langit lainnya melalui daya gravitasi meskipun berbentuk gas. Bintang menebarkan sinar yang dilihat dan sinar yang tidak dilihat akibat pengaruh gelombang cahaya.
     Hadits ini merupakan bukti yang menegaskan kebenaran kenabian, kerasulan, dan perkataan Nabi pada masa ketika orang-orang kafir dan musyrik yang menjadi mayoritas  masyarakat kala itu yang berusaha mengingkari kenabiannya.
·         Jadi setelah kita mengetahui makna dari Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ilmu pengetahuan serta fungsi dan keterkaitan satu sama lain, Al-Qur’an itu ialah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. penutup para Nabi dan Rasul dengan perantara Malaikat Jibril, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nash, serta mempelajarinya merupakan suatu ibadah. Sunnah sesuatu yang dinukil dari Nabi Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan maupun takrir Nabi. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia.
·         Hubungan antara Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan ilmu pengetahuan adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, saling menguatkan antara keduanya, As-Sunnah merupakan penjelas dari Al-Qur’an yang banyak menerangkan tentang ilmu pengetahuan. Al-Qur’an tidak hanya berisikan anjuran-anjuran dan tata cara beribadah saja akan tetapi lebih dari itu, di dalamnya terdapat banyak khasanah keilmuan yang luar biasa, Seperti Al-Qur’an, Sunnah merupakan sumber ilmu pengetahuan keagamaan, kemanusiaan, dan sosial yang dibutuhkan umat manusia untuk meluruskan jalan mereka, membetulkan kesalahan mereka ataupun melengkapi pengetahuan eksperimental mereka.

















3.       Pengalaman umat islam dalam mengembangkan islam dan ilmu pengetahuan
·         Ilmu pengetahuan adalah ilmu yang sangat penting, seperti apa yang dicerminkan dalam wahyu pertama yang diturunkan kepada nabi Muhammad adalah bahwa, perhatian Islam terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sangat besar, sehingga setiap orang Islam baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan untuk menuntut ilmu sampai setinggi-tingginya. Bahkan ada yang menafsirkan jika, "tuntutlah ilmu sampai menutup mata (tutup usia)".
·         Islam telah memberikan apresiasi besar terhadap ilmu , pandangan Islam tentang pentingnya ilmu itu tumbuh bersamaan dengan munculnya Islam itu sendiri. Al-qur’an dan Hadis yang dijadikan ajaran pokok islam memainkan peran ganda dalam terciptanya ilmu-ilmu lainnya Peran itu adalah: Pertama, prinsip-prinsip semua ilmu dipandang kaum muslimin terdapat dalam al-quran. Dan sejauh pemahaman terhadap al-quran, terdapat pula penafsiran yang bersifat esoteris terhadap kitab suci ini, yang memungkinkan tidak hanya pengungkapan misteri-misteri yang dikandungnya tetapi juga pencarian makna secara lebih mendalam, yang berguna untuk pembangunan paradigma ilmu. Kedua, al-quran dan hadis menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu dengan menekankan kebajikan dan keutamaan menuntut ilmu, pencarian ilmu dalam segi apa pun pada akhirnya akan bermuara pada penegasan tauhid. Karena itu, seluruh metafisika dan kosmologi yang lahir dari kandungan al-quran dan hadis merupakan dasar pembangunan dan pengembangan ilmu Islam. Singkatnya, al-quran dan hadis menciptakan atmosfir khas yang mendorong aktivifas intelektual.
·         Semangat islam yang besar ini dalam memuntut ilmu menjadikan kaum muslim berburu ilmu-ilmu yang ada di penjuru negeri, pada kejayaan islam sendiri khususnya pada masa pernerintahan Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, ilmu pengetahuan berkembang sangat maju dan pesat. Kemajuan ini membawa, Islam pada masa keemasannya, di mana pada saat yang sama wilayah-wilayah yang jauh di luar kekuasaan Islam masih berada pada masa kegelapan peradaban (Dark Age).
·         Dari paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam telah memberikan penghargaan yang begitu besar kepada ilmu dan memerintahkan kepada umatnya untuk senantiasa mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan sampai kapanpun, sepanjang tubuh ini masih bernafas, akan tetapi perlu diingat bahwa pencarian dan pengembangan ilmu dalam segi apa pun itu pada akhirnya harus bermuara pada penegasan tauhid hingga pada akhirnya ilmu yang dikembangkan tersebut dapat bermanfaat untuk kemanusiaan.

4.       Pengaruh ilmu pengetahuan, kebudayaan, peradaban yang dikembangkan umat islam terhadap peradaban Eropa dan Barat
5.       Tauhid sebagai dasar ilmu pengetahuan
·         definisi tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Mengesakan Allah dalam hal ibadah disebut tauhid karena seorang hamba dengan keyakinannya itu telah mentauhidkan Allah. Ketika dia meyakini keesaan Allah, dia akan beramal sesuai keyakinannya, dengan mengikhlaskan ibadahnya hanya kepada Allah dan berdoa kepada Allah. Mengimani bahwasanya Allah pengatur semua urusan dan pencipta seluruh makhluk, Dia pemilik asmaul husna dan sifat yang sempurna, dan hanya Allah saja yang berhak untuk diibadahi dan bukan selain-Nya.
·         Hubungan tauhid dengan ilmu pengetahuan ini sangat berkaitan satu sama lain dalam Islam, perintah yang paling mendasar adalah menyembah Allah dan mengesakanNya. Larangannya adalah menyekutukan Allah, atau melakukan tindakan syirik. Tauhid dan syirik adalah dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, meskipun antara yang satu dengan yang lainnya sangat berbeda. Dalam Al-qur'an, Allah berfirman: "katakanlah: "Dia-lah Allah Yang Maha Esa; Allah adalah Tuhan yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya. Dia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".[1] Sebagaimana dikatakan di atas, sisi kedua adalah cegahan syirik. Sekarang ini kita dihadapkan oleh banyak ilmu selain ilmu agama yaitu ilmu pengetahuan yang berkembang dengan pesat, setelah Allah menciptakan manusia dan menyuruh ciptaanNya itu mengesakannya - berarti manusia hanya boleh tunduk padanya dan tidak boleh tunduk pada sesama ciptaanNya - Allah menjadikannya sebagai khalifah di atas bumi. Dalam posisinya itu manusia diberi wewenang untuk mengatur dan mengelola alam, karenanya, Allah menundukkan alam untuk manusia.
·         Pengetahuan dalam pandangan islam adalah satu, Untuk kepentingan pendidikan, pengetahuan yang satu itu harus diklasifikasikan; klasifikasi garis besar ialah: pengetahuan yang diwahyukan dan pengetahuan yang diperoleh. Ilmu adalah hasil pelaksanaan perintah Tuhan untuk memperhatikan dan memahami alam raya ciptaan-Nya.[7] Antara iman dan ilmu tidak terpisahkan, meskipun dapat dibedakan. Dikatakan tidak terpisahkan, karena iman tidak saja mendorong bahkan menghasilkan ilmu, tetapi juga membimbing ilmu dalam bentuk pertimbangan moral dan etis dalam penggunaannya.
Dizaman sekarang ini


Dampak ilmu pengetahuan ada dampak positif dan negatif berikut ini adalah dampaknya
Dampak Positif
1.       Ilmu pengetahuan dapat dengan mudah di akses demi kepentingan pendidikan
2.       Inovasi dalam bidang ilmu pengetahuan semakin berkembang semakin memudahnya proses pendidikan
3.       Dengan perkembangan ilmu pengetahuan membuat kegiatan belajar mengajar antara murid dan guru menjadi mudah
Dampak Negatif
1.       Pencemaran lingkungan, kenapa pencemaran lingkungan karena dengan kemajuan pengetahuan manusia menciptakan berbagai alat transportasi yang mengakibatkan asap dari alat transportasi tersebut menyebabkan pencemaran udara dan banyaknya pabrik juga mengakibatkan pencemaran lingkungan.
2.       Kenakalan Remaja
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan membuat segala akses untuk kalangan remaja semakin cepat, mereka dapat dengan mudah mengakses informasi yang tidak layak untuk mereka lewat internet, lewat televise dan media sosial akibatnya jika remaja tidak bias menyaringnya mengakibatnya mereka akan menirunya dan kenakalan remajapun tidak bisa kita hindari.
3.       Tindakan Kriminal
Dengan perkembangan pengetahuan yang semakin pesat membuat tindakan criminal dalam bentuk siber semakin marak, orang mampu membobol data kita di internet dan mencurinya.
4.       Timbulnya generasi bangsa yang boros
Dengan perkembangan pengetahun yang samakin luas membuat seseorang mampu memasarkan prodaknya dengan cepat sehingga membuat seseoran yang  melihat barang tersebut dalam dunia maya tergiur sehingga mereka tidak piker panjang untuk membelinya sehingga mereka bertindak boros tanpa melihat nilai pakai barang tersebut.
5.       Hilangnya tolong menolong
Semakin berkembangnya pengetahuan membuat seseorang merasa pandai dan sibuk dengan dirinya sendiri sehingga rasa tolong menolong hilang





6.       Sumber ilmu pengetahuan dalam perspektif islam dan barat
Ilmu adalah pengetahuan yang di ketahui oleh manusia  ilmu adalah sebagai  jawaban dari pertanyaan yang muncul dalam kehidupan kita maka untuk mengetahui tentang pengetahuan tersebut sebuah pertanyaan harus di ajukan, pertanyaan tentang ilmu pengetahuan harus di bedakan jika pertanyaan tersebut tentang apa yang akan terjadi setelah kita mati? Maka pertanyaan itu tidak bisa kita jawab dengan ilmu pengetahuan, karena ilmu mempunyai batasan, yang mana batasan tersebut meliputi pengalaman yang di lakukan manusia. Pengetahuan adalah alat bagi manusia untuk memecahkan segala permasalah yang ia hadapi permasalah tersebut meliputi mengontrol, meramalkan gejala yang ada di alam.
Disini di hitung aspek ontologis dan aksiologisnya untuk dapat meramalkan sesuatu itu terjadi maka harus mengetahui mengapa sesuatu itu bisa terjadi. Maka di haruskan menguasi ilmu yang menghubungkan hal itu bisa terjadi, maka sebuah penjelasan ilmiah harus mampu menjelaskan tentang fenomena tersebut,
Upaya untuk menjelaskan fenomena alam telah dilakukan sejak dahulu kala dengan memperhatikan berbagai kekuatan alam, seperti hujan, banjir, gempa dan sebagainya. Mereka merasa tak berdaya dalam menghadapi yang dianggapnya merupakan kekuatan luar biasa. Kemudian mereka coba dengan mengaitkan dengan makhluk luar biasa pula, dan berkembanglah berbagai mitos tentang para dewa dengan berbagai kesaktian dan perangainya, sehingga muncul dewa-dewa pemarah, pendendam, cinta dan sebagainya. Mereka mengontrol alam sesuai dengan pengetahuannya dengan memberikan berbagai macam sesaji. Perkembangan selanjutnya, mereka mencoba menafsirkan fenomena fisik dengan pengembangan penafsiran tertentu, kemudian mempunyai pegangan tertentu, betapa pun primitifnya. Bukan saja mengerti mengapa sesuatu terjadi, tetapi yang lebih penting adalah agar sesuatu itu tidak terjadi.
Tahap berikutnya, mereka mencoba menafsirkan dunia ini terlepas dari mitos dengan mengembangkan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis, seperti membuat tanggul. Maka berkembanglah pengetahuan yang berpangkal pada pengalaman berdasarkan akal sehat dengan metode trial and error, yang kemudian menimbulkan pengetahuan yang disebut “applied arts” yang mempunyai kegunaan langsung dalam kehidupan sehari-hari, di samping “fine arts” untuk memperkaya spiritual. Yang terakhir ini lebih berkembang di Timur, karena filsafatnya yang penting adalah berpikir etis yang menghasilkan wisdom.
Betapa pun primitifnya suatu peradaban, masih saja memiliki kumpulan pengetahuan akal sehat,[4] yang sangat penting untuk menemukan berbagai fenomena alam. Maka tumbuhlah rasionalisme yang kritis mempermasalahkan pikiran yang bersifat mitos yang mencoba menemukan kebenaran secara analisis kritis,  yang kemudian menimbulkan berbagai pendapat dan aliran filsafat. Rasionalisme dengan sistem pemikiran deduktifnya sering menghasilkan implikasi yang benar dari akurasi logikanya. Tetapi, dapat juga tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan realitas empiriknya. Seperti, Aristoteles menyimpulkan bahwa gigi wanita lebih sedikit dari pria, Bertrand Russell bergumam orang seperti dia yang kawin dua kali seharusnya lebih tahu tentang itu.
Reaksi atas kelemahan rasionalisme itu menimbulkan empirisme yang meyakini bahwa pengetahuan yang benar jika dihasilkan dari sentuhan indrawi, maka berkembanglah cara berpikir yang menjauhi spekulasi teoritis dan metafisis. Bagi David Hume (1711-1776), metafisika adalah hayal dan dibuat-buat bagaikan lidah api yang menjilat. Meskipun empirisme berdasarkan sentuhan indrawi menggunakan sistem berpikir induktif, ternyata tidak lepas dari kelemahan. Yakni, atas dasar apa dapat menghubungkan berbagai fenomena/fakta dalam hubungan kausalitas. Bagaimana hubungan fakta rambut keriting berkorelasi dengan rendahnya intelektual seseorang sebagai hubungan kausalitas.
Untuk mendamaikan dua sistem pemikiran tersebut, maka berkembanglah metode eksperimen yang merupakan jembatan antara penjelasan teoritis dari rasional dengan pembuktian secara empiris. Metode eksperimen dikembangkan oleh sarjana-sarjana Muslim pada abad keemasan Islam ketika ilmu dan pengetahuan lainnya mencapai puncaknya antara abad IX dan XII M. Eksperimen ini dimulai oleh ahli-ahli kimia yang mungkin semula terdorong oleh tujuan untuk mendapatkan “obat awet muda” dan “rumus membuat emas dari logam biasa” yang lambat laun menjadi paradigma ilmiah.[7] Metode eksperimen ini diperkenalkan di Barat oleh Roger Bacon (1214-1294) kemudian dimantapkan sebagai paradigma ilmiah oleh Francis Bacon (1561-1626). Tegasnya, secara konseptual metode eksperimen dikembangkan oleh sarjana Muslim dan secara sosiologis dimasyarakatkan oleh Francis Bacon, sekali pun Francis Bacon tidak pernah menyebut pendahulunya. Briffault, dalam bukunya The Making of Humanity yang dinukil oleh M. Iqbal mengakui bahwa bangsa Arab merupakan perintis metode ilmiah. Roger Bacon maupun sesamanya (Francis Bacon) tidak berhak sebagai orang-orang yang telah memperkenalkan metode eksperimental. Roger Bacon tidak lebih daripada seorang rasul ilmu pengetahuan dan metode Muslim ke Eropa Kristiani. Menjelang zaman Bacon, metode eksperimental bangsa Arab tersebut telah tersebar luas dan ditekuni di seluruh benua Eropa. Meskipun demikian, metode eksperimen masih saja merupakan fenomena empiris. Di samping rasionalisme dan empirisme, terdapat cara lain untuk menghasilkan pengetahuan, yakni intuisi dan wahyu.
Intuisi merupakan pengetahuan yang dihasilkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang memikirkan sesuatu masalah secara tiba-tiba menemukan jawabannya dan diyakini atas kebenarannya, namun tidak bisa menjelaskan bagaimana caranya dapat sampai ke sana. Karena intuisi sangat personal dan tidak bisa diramalkan, maka ia tidak bisa diandalkan untuk menyusun ilmu pengetahuan yang teratur. Ia hanya dapat digunakan sebagai hipotesis bagi analisis berikutnya untuk menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Aktifitas intuitif dan analitik dapat bekerja saling membantu untuk menemukan kebenaran. Sedang wahyu, merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini didasarkan atas hal-hal yang supernatural (ghaib) dan merupakan pangkal dalam agama. Sehingga suatu pernyataan harus diyakini terlebih dahulu, bisa saja kemudian dikaji dengan metode lain. Secara rasional, umpamanya apakah pernyataan-pernyataan yang dikandungnya bersifat konsisten atau tidak. Sebaliknya, secara empiris dapat dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan itu atau tidak. Tegasnya, agama dimulai dengan rasa percaya, setelah dikaji kepercayaan itu bisa meningkat atau menurun. Sebaliknya, pengetahuan lain seperti ilmu, bertolak dari rasa tidak percaya (ragu) setelah dikaji secara ilmiah bisa menjadi yakin atau tetap seperti semula.
PERSPEKTIF ISLAM
Fundamen dalam pemikiran Islam bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu, termasuk pengetahuan yakni bersumber dari Allah. Sehingga tujuan pengetahuan itu tidak lain adalah kesadaran tentang Allah. Al-Qur’an, wahyu Allah menyatakan dalam sebuah cerita, bahwa awal penciptaan Adam, Allah mengajarkan kepadanya tentang nama benda-benda. Adam sebenarnya merupakan simbol manusia, dan “nama benda-benda” berarti unsur-unsur pengetahuan, baik yang materi ataupun non-materi. Demikian juga wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad saw mengandung perintah “Bacalah dengan nama Allah”. Perintah ini mewajibkan orang untuk membaca, yakni pengetahuan harus dicari dan diperoleh demi Allah. Ini berarti wawasan tentang Allah Yang Maha Suci merupakan fundamen hakiki bagi pengetahuan. Keyakinan bahwa al-Qur’an, wahyu Allah sebagai sumber utama bagi pengetahuan lebih komprehensif daripada lainnya. Jika sumber yang lain hanya mengakui secara parsial, tidak demikian bagi al-Qur’an. Al-Qur’an mengakui sumber rasional-deduktif, telah banyak disebutkannya. Seperti “afala ta’qilun”, “afala tubsirun”, dan sebagainya. Al-Qur’an juga mengakui empirisme-induktif, banyak disebutkannya. Seperti penciptaan unta, langit, gunung dan bumi,[12] penciptaan tumbuh-tumbuhan,[13]perintah memperhatikan apa-apa yang ada di langit dan bumi,[14] dan sebagainya. Demikian juga sumber intuisi dan sebangsanya dapat diraih melalui penyucian hati. Para ilmuwan Muslim menekankan perlunya tazkiyah al-nafs untuk memperoleh hidayah Allah, karena sadar atas kebenaran firman-Nya. Kecuali itu, dalam Islam terdapat apa yang disebut ‘ilm al-laduni dan hikmah, yaitu pengetahuan kerohanian dan kebijaksanaan yang diperoleh melalui kontinuitas perbuatan yang saleh. Seperti latihan-latihan yang dipraktekkan para sufi, sehingga mampu menangkap komunikasi dari alam ghaib dan transendental serta selalu dibawah bayangan Yang Qudus.




7.       Metodologi pengembangan keilmuan (epistemologi 1) observasi (burhani), eksperimen (ijbari), rasional dalam perspektif islam dan barat
Mengetahui apa yang dimaksudkan oleh sebuah pernyataan tidaklah sama dengan mengetahui apakah pernyataan tersebut benar atau tidak, bahkan mereka yang mengatakan bahwasannya makna sama dengan keadaan dapat diverifikasi akan bersepakat, bahwa untuk mengetahui akan syarat-syarat untuk menetapkan suatu pernyataan dapat diverifikasi, tidaklah sama dengan mengetahui bahwa syarat-syarat itu telah dipenuhi. Kita dapat mengetahui, bahwa pada dasarnya suatu kebenaran adalah masalah hubungan antara pengetahuan dan apa yang menjadi obyek pengetahuan, yaitu apabila terjadi persesuaian dalam hubungan antara obyek dan pengetahuan kita tentang obyek itu.
F.B. Bradley menyatakan bahwa, “Kebenaran ialah kenyataan”,namun permasalahan sesungguhnya mengenai apa yang menjadi kriteria atau ukuran suatu kebenaran itu sendiri bukanlah merupakan suatu hal yang mudah.
Menurut Kattsoff, menyatakan bahwa :
“Ukuran kebenaran sesungguhnya tergantung pada apakah sebenarnya yang diberikan kepada kita oleh metode-metode untuk memperoleh pengetahuan. Secara singkat dapat digambarkan, bagi penganut skeptisisme menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada satupun ukuran tentang kebenaran, sedangkan penganut dogmatisme berpendirian sama gigihnya dengan menyatakan bahwa ukuran yang dipunyainya merupakan ukuran yag dapat dipercaya secara mutlak. Penganut idealisme dan realisme lebih menganut pendirian di tengah, artinya mereka berpandangan bahwa ukuran yang mereka punyai (tentang kebenaran itu) meskipun tidak selalu merupakan ukuran terakhir dan penutup, namun ukuran tersebut memberikan kesaksian yang dapat dipercaya mengenai kemungkinan benar atau sesatnya suatu proposisi.”
Manusia ingin mengetahui sesuatu dan melalui suatu penelitian diharapkan dapat lahir suatu jawaban. Jawaban tersebut mungkin saja dipertanyakan kembali dan akan melahirkan penggoyahan akademik yang  melahirkan jawaban sementara. Demikian seterusnya berlangsung apa yang  disebut proses falsifikasi (falsification) atau proses penyangkalan akan kebenaran sementara sampai ditemukannya kebenaran baru yang dilihat dari segi  nalarnya lebih  tangguh.  Hal  ini  dilakukan melalui  proses pembuktian  evidensi (evidence) atas dasar dukungan  fakta dan atau pengujian empiris  (empirical  test).
Di samping itu juga manusia itu adalah mahluk yang suka bertanya (man is an ever asking animal). Sejak balita atau sejak mulai belajar bicara sampai dewasa dan akhirnya menjadi  tua, mereka tidak  pernah  lepas  dari  upaya untuk mengajukan sejumlah pertanyaan. Lalu manusia itu pun suka membuat klasifikasi-klasifikasi (man is a classifying animal) atas segala  sesuatu yang dihadapi dan ditemuinya. Dan yang paling revolusioner adalah manusia  itu adalah mahluk yang suka membangun skenario (Peter Schwartz: “the scenario-building animal”).
Manusia pun menciptakan berbagai perangkat/ piranti/ instrumen, mulai dari yang lunak sampai dengan yang keras, oleh karenanya disebut “homo faber” atau “tools making animal”. Salah satu “tool” yang bersifat lunak dapat disebut sebagai metodologi yang terdiri dari atau berisikan  sejumlah metode atau cara dan prosedur yang dibakukan.
Dalam memecahkan suatu masalah, kerja seorang ilmuwan akan berbeda dengan seorang yang awam. Seorang ilmuwan selalu menempatkan logika serta menghindarkan diri dari pertimbangan yang subyektif. Sebaliknya bagi awam, kerja memecahkan masalah lebih dilandasi oleh campuran pandangan perorangan ataupun dengan apa yang dianggap sebagai masuk akal oleh banyak orang.
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut dengan ilmu, jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapat dari metode ilmiah. Karena ideal dari suatu ilmu adalah untuk memperoleh interrelasi yang sistematis dari fakta-fakata dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Oleh karena itu, penelitian dan metode ilmiah memiliki hubungan yang sangat erat, jika tidak dikatakan sama.
Tidak semua pengetahuan dapat disebut dengan ilmu, karena ilmu adalah pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam metode ilmiah.
Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk samapi kepada kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah, suatu ilmu pengetahuan itu sebenarnya bukan suatu ilmu, tetapi suatu himpunan pengetahuan saja tentang berbagai gejala, tanpa dapat disadari hubungan antara gejala yang satu dengan gejala lainnya.
Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata, maka ilmu mencari jawabannya pada dunia yang nyata pula. Ilmu dimulai dengan suatu fakta dan diakhiri dengan suatu fakta pula.

B. Metode Ilmiah
Penjelasan yang rasional serta sesuai dengan obyek yang dijelaskanya, tetap harus didukung dengan suatu fakta empiris agar dapat dinyatakkan penjelasan tersebut benar. Di sinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah-langkah yang disebut dengan metode ilmiah.
Secara rasional, maka ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan komulatif, sedangkan secara empiris, ilmu memisahkan pengetahuan yang secara empiris, ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak sesuai dengan fakta. Dengan sederhana, maka hal ini bahwa untuk semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat umum, yaitu :
1.         Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya suatu kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan.
2.         Harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab teori yang bagaimanapun konsistennya kalau tidak didukung dengan pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah.
Dengan demikian logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan logika induktif di mana rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme korektif.
Sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara. Penjelasan sementara ini biasanya disebut dengan hipotesis. Sekiranya dalam menghadapi suatu masalah tertentu, dalam rangka memecahkan masalah tersebut dapat mengajukan hipotesis yaitu merupakan jawaban sementara bagi permasalahan yang sedang dihadapi.
Secara teoritis, maka sebenarnya dapat mengajukan hipotesis sebanyak-banyaknya sesuai dengan hakikat rasionalisme yang bersifat pluralistik. Hanya saja, dari sekian hipotesis yang diajukan itu hanya satu yang diterima berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi, yakni hipotesis yang didukung oleh fakta-fakta empiris. Dengan adanya jembatan penyusunan hipotesis ini, maka metode ilmiah sering dikenal sebagai proses logika-hipotetiko-verifikatif.
Tyndall menyatakan bahwa :
“Merupakan perkawinan yang berkesinambungan antara deduksi dan induksi. Proses induksi ini mulai memegang peranan dalam tahap verifikasi atau pengujian hipotesis dimana dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah sebuah hipotesis didukung oleh fakta atau tidak. Demikian pula dalam proses deduksi, kegiatannya sebenarnya tidaklah sama sekali terbatas dari proses induksi”.
Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahapan-tahapan dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logiko-hipotetiko-verifikatif ini pada dasrnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :
a.      Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai obyek empirik yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
b.      Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis, berupa argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengait dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premisa-premisa ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
c.       Perumusan hipotesis,merupakan jawaban sementara atau dugaan jawaban pertanyaan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
d.      Pengujian hipotesis, merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta pendukung hipotesis tersebut atau tidak.
e.       Penarikan kesimpulan, merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Apabila dalam proses pengujian terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis, maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya, apabila dalam proses pengujian tidak dapat cukup fakta yang mendukung hipotesis, maka hipotesis itu ditolak. Suatu hipotesis yang diterima, kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah karena telah memenuhi persyaratan keilmuan, yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelum atau sudah teruji kebenarannya.
Keseluruhan langkah di atas harus ditempuh agar suatu penelaahan disebut ilmiah. Walaupun langkah-langkah ini secara konseptual tersusun dalam urutan yang teratur, di mana langkah yang satu merupakan suatu landasan bagi langkah-langkah berikutnya, namun dalam praktik sering terjadi lompatan-lompatan. Hubungan langkah yang satu dengan langkah yang lainnya tidak terikat secara statis melainkan dinamis dengan proses pengkajian ilmiah yang tidak semata mengandalkan penalaran melainkan juga imajinasi dan kreativitas. Sering terjadi bahwa lagkah yang satu bukan merupakan suatu landasan bagi langkah berikutnya, namun sekaligus merupakan landasan koreksi bagi langkah yang lain.
Dengan jalan ini, diharapkan juga diproseskan pengetahuan yang bersifat konsisten dengan pengetahuan-pengetahuan yang bersifat konsisten dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya  serta teruji kebenarannya secara empiris.
C.       Fungsi Metodologi dalam Pengembangan Ilmu
Metodologi  itu merupakan  ilmu  yang  berkenaan  dengan metode-metode.  Metode tersebut merupakan suatu cara atau jalan untuk  mendekati, menghampiri, mencari, meneliti, menemukan dan akhirnya memahami sesuatu. Metodologi  adalah  ilmu  tentang  cara  mendekati  dan meneliti sesuatu dengan benar. Menurut para ahli, metodologi itu dapat  diibaratkan sebagai bahasa universal (universal language) untuk menghampiri,  mendekati  dan  meneliti  sesuatu  objek (melalui: approach, study, inquiry,  probe, survey, search, research), sehingga semua pakar dapat turut serta membahas suatu: kajian, penelusuran, survei atau penelitian tersebut berdasarkan norma-norma yang  telah disepakati bersama. Metodologi  itu  adalah  ilmu yang  juga berkenaan dengan cara  atau  metode  untuk: (1)  menuliskan, memerikan atau mendeskripsikan (Bld.: beschrijven), (2)  menerangkan (Bld.: verklaren) sebab akibat atau persebab kibatan (causality; causation; Bld.: causaliteit), dan (3) melakukan evaluasi (Bld.: waarderen) atas sesuatu  fenomenon  atau  sejumlah  fenomena  dengan  tepat  dan benar.  Juga metodologi  itu  berkenaan  dengan  alasan, landasan, cara,  langkah urutan logis (algorithm), prosedur dan proses serta pendekatan   yang kesemuanya dicakup dalam satu istilah; yaitu : “metode-metode” dalam melakukan suatu penelitian (to conduct research).

D.      Metode Kualitatif dan Kuantitatif dalam Metodologi
Metode ilmiah dewasa ini mengakui eksistensi dan peranan metode  kualitatif dan metode kuantitatif. Hakikat dari metode kuantitatif  pada  prinsipnya  bertautan  dengan  sifat  hakikat substansi  dari  bidang  ilmu-ilmu  alam yang berkenaan dengan benda-benda fisik. Manusia dapat “memanipulasi” benda-benda fisis ini (misalnya diisolasi atau direaksikan satu sama lain), karena benda-benda fisis itu takbernyawa/takberjiwa dan karena itu pula tidak mempunyai keinginan otonom.
Singkat kata benda fisis itu dapat  dikendalikan atau “dimanipulasi”  oleh manusia si pelaku riset, misalnya  air Oo dipanaskan sampai 100o Celcius, mendidih. Didinginkan pada 0o Celcius membeku. Semuanya berlangsung  serba pasti, tidak ada penyimpangan atau pembangkangan. Fenomena tersebut berlaku dimana pun dan kapan pun saja.
Hal ini berbeda dengan objek ilmu-ilmu sosial yang terdiri dari manusia yang mempunyai jiwa (soul; spirit); keinginan (will) dan perilaku yang dapat berubah-ubah (kaleidoscopic). Manusia itu pada prinsipnya otonom, dan karenanya  sikap dan perilakunya hampir tidak dapat diprediksi secara penuh (oleh karenanya ilmu-ilmu  sosial  dapat  disebut  pula  sebagai  ilmu-ilmu  perilaku  atau “behavioral  sciences” atau menurut filsuf John Stuart Mill  (1806-1873)  adalah  “moral  sciences” dan di Jerman  digunakan  istilah: “Geisteswissenschaften” )
Kerumitan obyek ilmu-ilmu perilaku ini adalah berkenaan
dengan  manusia  itu  hidup  dengan  sesamanya  yang  juga mempunyai sikap dan perilaku yang mungkin berbeda-beda pula. Pokoknya  terjadi  interaksi total yang super tak dapat diduga (super-unpredictable) dan jumlah interaksi tersebut bisa bersifat “factorial” dalam arti mempunyai sangat banyak kemungkinannya.
Metode kuantitatif mensyaratkan adanya “randomness”
yang  berkonsekuensi  dilakukannya  undian  atau  dengan
menggunakan  “tabel   random”  dalam  rangka  penarikan samplingnya. Penarikan ukuran sampel (sampling size) dilakukan berdasarkan penerapan rumus tertentu yang melahirkan  jumlah responden yang dapat “mewakili” populasi. Populasi ini terlebih dahulu harus dijadikan “kerangka sampling” (sampling  frame);
yaitu setiap anggota populasi harus terlebih dahulu mendapatkan nomor urut dari 1, 2, 3, ..., n. Dengan demikian manakala kelak  mereka itu diundi secara acak, maka kesempatan untuk menjadi terpilih  (probability) sebagai anggota sampel (d.h.i. responden) akan sama besar.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah dengan demikian berarti  bahwa waktu penelitian menurut metode kuantitatif itu bisa dilakukan dengan cepat, manakala objek penelitiannya adalah manusia? Manusia yang “mobile” atau dinamis dan manusia yang tersebar di sana sini? Itulah problemanya yang jarang diutarakan dalam mencoba menimbang untung rugi dari penerapan metode kuantitatif dan kualitatif  itu.
Hasil berpikir dengan keras dan intens serta mengerahkan segenap potensinya, manusia telah menghasilkan berbagai temuan (discovery and  invention). Pengerahan pancaindera bahkan pancaindera plus tersebut,  sebagian mewujud dan mengkristal dalam temuan yang memperkaya teori dan ilmu.
Kendati manusia itu berupaya dengan sungguh-sungguh dengan  menggunakan metode yang tepat, namun sebagian masalah akan tetap  takterjawab, tetap takterjangkau, tetap takdiketahui, tetap takterungkap. Artinya sebagian besar bahkan tetap tinggal sebagai misteri (left unknown),  takberjawab, takbisa terjawab dan sangat  tidak mungkin untuk mendapat  jawaban, taktergapai dan tidak diperoleh jawaban, tidak memperoleh jawaban, tidak akan ada jawaban yang pasti dan benar-benar tuntas.  Semuanya diserahkan kepada pemilik ilmu, yaitu  Al Khaaliq. Secara  bahasa  daerahnya, dia tetap “gramyang”,  tetap berada dalam wilayah kelabu atau samar-samar (vague).





8.       Rumpun ilmu pengetahuan sosial dalam perspektif islam dan barat
·         Ilmu sosial merupakan ilmu yang mempelajari  tentang upaya untuk mencari sebuah kebenaran dengan akal engenai hakikat sosial, sebab-sebab muncul dan cara yang sistematis, dimana dalam ilmu ini terdapat permasalahan yang harus dicari kebenarannya, ilmu ini mempelajari tentang aspek-aspek masyarakat, namun sekarang  beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak menggunakan metode kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin, dan lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial, dan lingkungan yang mempengaruhinya, penggunaan metode kuantitatif dan kualitatif ini makin banyak diintegrasikan dalam studi tindakan yang dilakukan manusia dan konsekuensinya, begitupun dengan ajaran islam sendiri sangat menonjol pada bidang sosial ini karena seluruh bidang ajaran islam diperuntukan untuk kesejahteraan manusia.
·         Pengertian ilmu sosial sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam lingkungan kemasyarakatan, perebedaan antara ilmu sosial dengan ilmu alam terletak pada objeknya. Obyek ilmu alam adalah fisik, sedangkan obyek ilmu sosial adalah manusia dan hubungannya dengan lingkungannya. Lingkungan ini dapat berarti manusia lain atau obyek fisik di sekitar manusia[3]. Karena gejala sosial sangat kompleks, maka untuk memahaminya tidak cukup dengan satu sudut pandang atau satu disiplin ilmu, sehingga dikatakan bahwa ilmu sosial memiliki gejala sangat kompleks[4] .
·         Dalam islam sendiri tidak membedakan antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain. Alqur’an adalah ilmu begitupun dengan sunnah dan ilmu pengetahuan yang berkembang merupakan hasil dari pemikiran manusia yang mengidentifikasi ilmu berdasakan sumbr objek kajiannya. Jika obyek yang dibahas dari Al-quran adalah mengenai penjelasan atas wahyu yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, berupa hadis, dengan menggunakan metode ijtihad , maka yang dihasilkan adalah ilmu-ilmu agama seperti Teologi, Fiqih, Tafsir, Hadis, Tasawuf, dan lain sebagainya. Sedangkan jika yang dijadikan objek kajian perilaku manusia dan sosial dalam segala aspeknya, baik perilaku politik, perilaku ekonomi, kebudayaan, perilaku sosial dan lain sebagainya yang dilakukan dengan menggunakan metode penelitian sosial seperti wawancara, observasi, maka yang dihasilkan adalah ilmu-ilmu Sosial.
·         Semua ilmu yang ada pada saat ini bersumber dari Allah yang sebelumnya sumber ilmu itu berupa wahyu dan alam raya beseta hukum-hukum yang ada didalamnya. Semua yang ada dalam diri manusia berupa akal pikiranpun itu merupakan anugerah yang Allah berikan kepada kita untuk selanjutnya mengembangkan kemampuan kita di sosial. Manusia dan agama saling berkaitan dengan masalah kemanusiaan hal ini menjadi penting dalam zaman modern  ini untuk saling membangun relasi antara manusia satu dengan manusia lain untuk mencapai dan membangkitkan potensi yang ada pada diri manusia dalam pengembangan peradaban islam, namun terkadang hasil-hasil yang dibuat oleh manusia menjadi seperti penyembahan atas hasil nya sendiri, oleh karena itu ilmu pengetahuan sosial diharapkan mampu membebaskan manusia dari berbagai problem tadi , ilmu pengetahuan disini adalah ilmu yang sudah digali dengan pemahaman agama.
·         Jika obyek yang dibahas dari Al-quran adalah mengenai penjelasan atas wahyu yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, berupa hadis, dengan menggunakan metode ijtihad , maka yang dihasilkan adalah ilmu-ilmu agama seperti Teologi, Fiqih, Tafsir, Hadis, Tasawuf, dan lain sebagainya. Sedangkan jika yang dijadikan objek kajian perilaku manusia dan sosial dalam segala aspeknya, baik perilaku politik, perilaku ekonomi, kebudayaan, perilaku sosial dan lain sebagainya yang dilakukan dengan menggunakan metode penelitian sosial seperti wawancara, observasi, penelitian terlibat (grounded research), maka yang dihasilkan adalah ilmu-ilmu Sosial.
·         Hubungan ilmu agama dengan ilmu sosial ini sendiri adalah islam memiliki kesadaran, struktur dan aksi dalam pengembangan kemajuan bersama bila bersatu dengan masyarakat. Ilmu sosial mengkaji perilaku manusia yang bermacam-macam, diantaranya seperti perilaku manusia hubungannya dengan manusia yang lain yang akhirnya melahirkan ilmu sosiologi, perilaku manusia yang ada pada zaman dahulu yang akhirnya munculah ilmu sejarah, perilaku manusia kaitannya dengan kejiwaan manusia yang menghasilkan ilmu psikolog, kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang akhirnya melahirkan ilmu ekonomi.
·         Ilmu sosial tidak hanya berhenti pada menjelaskan fenomena sosial saja melainkan juga harus mampu memutuskan serta memecahkan sebuah masalah, dizaman modern ini tidak hanya menjelaskan dan mengubah situasi sosial saja melainkan harus memberikan arah kemana selanjutnya hal ini bertransformasi untuk dilakukan hal ini didasarkan pada tujuan manusia adalah untuk memanusiakan manusia dari proses dehumanisasi, Industrialisasi yang kini terjadi terkadang menjadikan manusia sebagai bagian dari masyarakat abstrak tanpa wilayah kemanusiaan, tujuan liberasi untuk pembebasan manusia dari teknologi, pemerasan kehidupan yang dilakukan oleh segelintir orang yang menginginkan kekuasaan yang lebih dalam hidup dan mencoba berusaha membebaskan manusia dari belenggu yang dibuatnya sendiri,  dan tujuan transendensi adalah menumbuhkan transendental dalam kebudayaan. Kita sudah banyak menyerah kepada arus hedonisme, meterialisme, dan budaya dekaden lainnya. Kini yang harus dilakukan adalah membersihkan diri dengan mengikatkan kembali kehidupan pada dimensi transendentalnya[5].
·         Perkembangan ilmu pengetahuan sosial dalam perspektif barat Menurut Wallerstein, perkembangan Ilmu sosial dimulai sejak masa Yunani dan Romawi Kuno, di mana proses institusionalisasi pada Abad 19 terdapat di lima kota besar dan menunjukkan progress yang cukup tinggi, dari lima kota tersebut yakni Inggris, Prancis, Jerman, Italia dan Amerika Serikat . Ilmu sosial yang pertama kalimencapai eksistensi adalah ilmu sejarah walaupun ada sebagian yang menolak ilmu sosial pada waktu itu, dilanjut dengan perkembangan ilmu ekonomi ada pada saat abad ke19 ketika pemberlakuan teori ekonomi liberal, ketika itu ilmu ekonomi menjadi ilmu yang berkembang di Eropa, bersamaan dengan itu muncullah ilmu sosiologi, Auguste Comte berkeyakinan bahwa ilmu tersebut harus menjadi “ ratu ilmu-ilmu”, sosiologi merupakan hasil asosiasi-asosiasi reformasi sosial yang agenda utamanya berkaitan dengan berbagai ketidakpuasan yang disebabkan oleh kekacauan populasi kelas pekerja perkotaan yang semakin besar jumlahnya seiring dengan berjalannya Revolusi Industri . perkembangan selanjutnya ddari politik, ilmu ini ada kemunculannya karena resistensi fakultas-fakultas hukum untuk memonopoli kekuasaan, begitulah akibat dari kemunculan-kemunculan ilmu yang telah disebutkan tadi menjadi disiplin ilmu sosial yang berkembang di Barat, selanjutnya ilmu psikolog yang merupakan pecahan dari filsafat mulai menunjukan jati dirinya terutama dari peloporan Sains Agustins yang dengan keminatannya dalam melakukan sebuah intropeksi dari fenomena psikologis seseorang, ilmu psikologi ini sering berada di dua tempat dimana dalam ilmu sosial dan ilmu alam, hal ini dibutkitkan dengan kedekatan psikolog dengan medis , ilmu psikolog sosial merupakan penguatan bahwa psikologi masih mengarah pada ilmu sosial.









9.       Rumpun ilmu-ilmu agama/humaniora dalam perspektif islam dan barat
Humaniora, suatu disiplin ilmu yang dianggap sama tua­nya dengan peradaban manusia. Dalam khazanah pemikiran Islam, disiplin ilmu ini tidak hanya dikembangkan oleh ahli ilmu adab (sosial kemanusiaan), tetapi juga oleh para teolog skolastik yang sebenarnya sangat berhati-hati dalam mengembangkan analisis dan interpretasi konteks terhadap teks-teks keagamaan. Perbedaan sudut pandang di antara keduanya pun melahirkan metode dan paham keilmuan yang ikut menyumbang tradisi perkembangan ilmu humaniora Barat. Sumbang an pemikiran Islam itu kemudian diakui Barat, sebagai buah imaginative geography dari perspektif orientalisme yang meng anggap Timur sebagai liyan (al-ãkhar). Usaha menjadikan kembali Timur sebagai diri (al-anã), oksidentalisme, pun begitu tampak dalam gerakan kontemporer disiplin ilmu humaniora. Disiplin ilmu ini kemudian me­wujud sebagai alat analisis konteks terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat, yang tidak lagi semata tertuju pada kajian sastra dan ke­bahasaan. Perkembangan mutakhirnya tidak lepas dari jasa pemikir an rasional para ahli ilmu kalam (teolog) yang ditandai dengan menguat nya tafsir atas teks (tura>th). Secara fungsional, pemikiran Islam dalam jejak kajian humaniora telah ikut membuka kritisisme baru pengembang an masyarakat dan ilmu penge tahuan.

Berbicara mengenai ilmu humaniora maka kita akan berkutat langsung dengan diri manusia sebagai sumber sasaran, karena humaniora itu sendiri berasal dari kata human yang berarti manusia. Banyak ilmu-ilmu yang mempelajari tentang manusia diantaranya psikologi, antropologi, dan sosiologi.
A.    Pengertian
Pada dasarnya ilmu humaniora adalah sebuah ilmu yang menerangkan/mempelajari tentang sosial, tingkah laku manusia, lingkungan hidup, dan kebudayaan-kebudayaan bangsa.

B.     Cabang-cabang Ilmu Humaniora
Beberapa cabang dari ilmu humaniora yaitu psikologisosiologi, dan antropologi.
1.      Psikologi
Menurut asal katanya psikologi berasal dari kata psyche yang berarti “jiwa” dan logosyang berarti “ilmu”.[1] Jadi secara etimologis (bahasa) psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental dalam hubungannya dengan lingkungannya.
Dalam konteks studi Islam, ada dua tipe pendekatan terhadap psikologi Islami yaitu: Mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan psikologi dalam hubungannya dengan Islam adalah konsep psikologi modern yang telah kita kenal selama ini yang telah mengalami proses filterisasi dan di dalamnya terdapat wawasan Islam. Jadi, konsep-konsep atau teori aliran-aliran psikologi modern kita terima secara kritis, menurut pandangan ini, tugas kita adalah membuang konsep-konsep yang kontra atau yang anti terhadap Islam. 
 Mereka berpandangan bahwa psikologi modern yang ada dan yang kita kenal pada selama ini bisa saja kita sebut Islami asalkan sesuai dengan pandangan Islam. Salah satu aliran psikologi yang termasuk Islami adalah psikologi Humanistik. Seorang pemikir psikologi Islam berpandangan bahwa teori-teori Psikologi barat dapat kita manfaatkan dan dapat disebut psikologi Islami asalkan praktiknya berwawasan Islam. Ia mengungkapkan bahwa konsep tentang struktur kepribadian manusia yang dibangun oleh tokoh-tokoh modern seperti alam sadar, pra sadar dan tak sadar (psikoanalisis), afeksi, konasi dan kognisi (Behavior) serta dimensi somatis, psikis dan neotik (Humanistik) dll, dapat kita pandang sebagai Islam setelah semua unsur dalam struktur kepribadian tersebut diungkap dalam konsep ruh. 
 Dengan penekanannya pada pengembangan pribadi dan pentingnya pengalaman hidup individu di dunia, tradisi humanistik tergolong unik karena inilah satu-satunya pendekatan psikologi yang cocok dengan gagasan spiritualitas. Walaupun tidak semua pandangan ahli psikologi bersifat spiritual atau religius, walaupun Anda tidak harus menjadi seorang yang religius atau spiritual untuk menerapkan atau menarik manfaat dari psikologi humanistik, namun ada keterkaitan yang kuat antara pendekatan ini dengan keagamaan.
 Berdasarkan penjabaran di atas, psikologi Islam diartikan sebagai perspektif modern dengan membuang konsep-konsep yang tidak sesuai dengan Islam. Psikologi adalah disiplin Ilmu yang sekuler dan karenanya memberikan wawasan Islam terhadap konsep psikologi modern adalah suatu cara agar konsep-konsep yang dipakai mengalami filterisasi dan tidak menyesatkan. Salah satu hal dalam psikologi yang berkaitan dengan dunia Islam sebagai berikut dalam Firman Allah (QS 41: 31), “kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri”. Ayat ini hendak mengungkapkan bahwa di alam semesta ini maupun dalam diri manusia terdapat sesuatu yang menunjukkan adanya tanda-tanda kekuasaan Allah. Yang di maksud dengan “sesuatu” tersebut adalah rahasia-rahasia tentang keadaan alam dan keadaan manusia, maka jadilah manusia sebagai makhluk yang berpengetahuan dan berilmu.
 Dalam hal ini bisa kita lihat lebih dalam bahwa manusia memiliki peranan penting dalam Al-Qur’an, kalau diperhatikan lebih cermat, salah satu istilah yang berkenaan dengan manusia yaitu nafs yang disebut ratusan kali, belum lagi al-naasal basyar, dan al-insaan. Istilah tersebut menunjukkan betapa Alqur’an banyak sekali berbicara tentang manusia. Secara kompleksitas, dan bisa dijadikan lahan kajian, dalam Al-qur’an banyak yang berbicara tentang diri manusia yang berkaitan dengan psikologi seperti, Nafs, Ruh, Aql, Qolb, Fitrah, Akhlak, dan sebagainya. Jiwa atau Nafs bukanlah hal yang berdiri sendiri. Ia merupakan satu kesatuan dengan keadaan badan. Antara jiwa dan badan muncul suatu kesinambungan yang mencerminkan adanya totalitas dan unitas. 
 Secara garis besar, psikologi juga banyak kaitannya dengan agama, menurut Jalaludin dalam bukunya Psikologi Agama, psikologi agama merupakan cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing. Menurut Prof. Zakiyah Daradjat, menyatakan bahwa lapangan penelitian psikologi agama mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan (terhadap suatu agama yang di anut). Dalam hal ini bisa dikaitkan denga teori humanistik bahwasanya manusia adalah makhluk yang positif, manusia bisa memilih ingin menjadi seperti apa, dan tahu apa yang terbaik bagi dirinya. Dalam hal ini manusia bisa memilih akan menjalankan agama yang dianut seperti apa, mengikuti perasaan hati dan kesadaran atas apa yang dia kerjakan.
 Seperti penjabaran di atas, hasil kajan psikologi juga dapat dimanfaatkan dalam berbagai lapangan kehdupan seperti kehidupan, seperti bidang pendidikan, interaksi sosial, perkembangan manusia dan lain sebagainya. Dalam bidang pendidikan di sini diartikan sebagai upaya sadar yang dilakukan oleh mereka yang memiliki tanggung jawab terhadap pembinaan, bimbingan, pengembangan serta pengarahan potensi yang dimiliki anak agar mereka dapat berfungsi dan berperan sebagai hakikat kejadiannya. Jadi dalam pengertian pendidikan Islam ini tidak hanya dibatasi oleh institusi atau lapangan pendidikan tertentu, pendidikan Islam diartikan dalam ruang lingkup yang luas. Salah satu contohnya pendidikan dalam keluarga, pendidikan pertama pada anak adalah keluarga, dari keluarga anak belajar banyak hal seperti sopan-santun, belajar mengenal agama sampai pada tolerasi dan kasih sayang. Karena ibaranya keluarga merupakan lingkungan kecil yang membentuk suatu karakter pada diri anak. Oleh sebab itu diharapkan orang tua sebagai pendidik sekaligus modelling bagi anak, dapat memberikan contoh yang baik, karena pada dasarnya anak belajar dari apa yang dia lihat, apa yang dia jadikan model, hal ini kaitannya dengan psikologi perilaku (behavior).[2]

2.      Sosiologi
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman. Sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.[3]
Sementara menurut Soerjono Soekanto, sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.[4]
Dalam displin ilmu sosiologi agama, terdapat berbagai logika teoritis (pendekatan) yang dikembangkan sebagai perspektif utama sosiologi yang seringkali digunakan sebagai landasan dalam melihat fenomena keagamaan di masyarakat. Di antara pendekatan itu yaitu: perspektif fungsionalis, pertukaran, interaksionisme simbolik, konflik, teori penyadaran dan ketergantungan. Masing-masing perspektif itu memiliki karakteristik sendiri-sendiri bahkan bisa jadi penggunaan perspektif yang berbeda dalam melihat suatu fenomena keagamaan akan menghasilkan suatu hasil yang saling bertentangan. Pembahasan berikut ini akan memaparkan bagaimana keempat perspektif tersebut dalam melihat fenomena keagamaan yang terjadi di masyarakat.
3.      Antropologi
Anttropologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari umat manusia sebagai makhluk masyarakat. Fokus ilmu pengetahuan ini ditujukan kepada sifat-sifat khusus badani, tradisi-tradisi, dan nilai-nilai yang membuat pergaulan hidup yang satu berbeda dengan pergaulan hidup yang lain. Dilihat dari sudut antropologi, manusia dibagi menjadi dua segi yaitu manusia sebagai makhluk biologi dan manusia sebagai makhluk sosio budaya.

10.   Integrasi ilmu agama dengan ilmu pengetahuan dan pengaruhnya bagi kehidupan
Islam memandang ilmu pengetahuan (dan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan ilmiah). Dalam kaitan ini, pendidikan Islam bisa dihayati dan dipahami secara lengkap dan “kaffah” (utuh dan menyeluruh tidak dikotomi antara pendidikan agama dengan pendidikan umum).
Sebagai konsekuensi dari tidak adanya pemisahan antar ilmu dan agama, dapat pula ditegaskan bahwa tidak ada pemisahan antara apa yang disebut ilmu agama dan ilmu umum. Munir Mursi menyatakan bahwa “seluruh ilmu adalah Islami sepanjang berada di dalam batas-batas yang digariskan Allah SWT kepada kita”.1
Dalam konsep Islam (Timur), semua yang dipikirkan, dikehendaki, dirasakan dan diyakini, membawa manusia kepada pengetahuan dan secara sadar menyusunnya ke dalam sistem yang disebut Ilmu. Tetapi berbeda dengan konsep Barat, yang mengelompokkan ilmu itu kepada tiga:
1.Natural Sciences (ilmu-ilmu kealaman, murni, biologi, fisika, kimia dan lainnya).
2.Social Sciences (ilmu- ilmu kemasyarakatan yang menyangkut perilaku manusia dalam interaksinya dalam masyarakat, dan
3. The Humanities (humaniora), ialah ilmu-ilmu kemanusiaan yang menyangkut kesadaran akan perasaan kepribadian dan nilai- nilai yang menyertainya sebagai manusia.2
11.   Integrasi islam dengan psikologi
·         Integrasi islam dan psikolog tidak mudah dilakukan karena integrasi ini memadukan dua kewenangan dalam bidang keilmuan, psikologi Islam disamakan dengan psikologi agama. Psikologi agama membicarakan tingkah laku keberagaman individu dari sudut pandang psikologi yang kedudukannya telah resmi. Sedangkan psikologi Islam merupakan salah satu mazhab dalam psikologi yang kedudukannya masih di perselisihkan.
·           Pengertian Psikologi dan Agama
Psikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Psyce yang artinya nafas dan logos yang berarti kata atau bentuk yang menampakkan asas itu jadi psikologi bisa dikatakan sebagai kata atau bentuk yang mengungkapkan asas kehidupan jiwa atau ruh. [6] psikolog dalam kepribadian adalah struktur dan sebuah proses psikologis yang tetap yang menyusun pengalaman idnividu serta membentuk berbagai tindakan dan respons individu terhadap lingkungan tempat hidup. Hal ini menunjukan bahwa kebaikan seseorang baik atau buruk, kuat atau lemah ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi perjalanan kehidupan seseorang itu sendiri.
· Psikolog agama adalah pengembangan jiwa agama pada seseorang serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut, psikologi agama juga bisa diartikan sebagai sebuah alat untuk meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang yang mempelajari beberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Di sampinga itu, psikologi agama juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut. psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang bertujuan mengembangkan pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan megaplikasikan prinsip-prinsip psikologi yang dipungut dari kajian terhadap perilaku bukan keagamaan. Psikologi agama mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan keyakinan beragama seseorang. Dimana manusia berupaya menyembuhkan gangguan kejiwaannya melalui ajaran-ajaran agama, karena agama menawarkan suatu hubungan terhadap sesuatu melalui pemujaan dan upacara-upacara keagamaan yang memberikan dasar emosional bagi rasa aman dan identitas yang lebih kuat di tengah ketidakpastian, ketidakmungkinan dan kelengkaan yang dialami manusia dalam hidup dan kehidupannya. Psikologi dan agama merupakan dua unsur yang berbeda, namun keduanya saling berhubungan dan mempengaruhi manusia dalam bersikap dan bertingkah laku. Disebabkan cara bersikap, berfikir dan tingkah laku seseorang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan yang dimiliknya itu termasuk kedalam konstruksi kepribadian.
·      Perkembangan Psikologi dalam Islam
Psikologi dipahami bukan sebagi ilmu jiwa, tetapi saat ini dipahami sebagai ilmu perilaku organisme, psikolog merupakan bagian dari ilmu filsafat dalam bahasa Arab psikologi ini sering diidentikan dengan ilmu nafs, ilmu jiwa tidak menjadi bagian dari ilmu modern karena jiwa tidak bisa dipelajari, namun ilmu jiwa disebut juga sebagai ilmu perilaku Karena perilaku bisa dieksprimentasi dan eksplorasi secara empiris sedangkan jiwa tidak bisa. Dari sini lah islam hadir untuk mengembalikan psikologi pada yang sebenar-benarnya.
Setelah adanya hubungan Islam dan psikologi maka muncul psikologi islam. Psikologi islam ini mempelajari seluruh aspelk yang ada dalam diri manusia, yaitu prilaku dan jiwa. Bisa dibilang bahwa psikologi islam ini lebih luas pembahasannya karena pembahasannya yang mengenai tentang prilaku dan jiwa, berbeda dengan psikologi sekuler yang hanya membahas tentang prilaku saja. Psikolog islam berpandangan bahwa iri hati, dengki, sombong dan lainnya adalah psikopatologi, dalam islam orang yang dianggap gila tetap gila jika melakukan dosapun tidak berdosa karena hilangnya akal, namun untuk orang yang sehat namun hatinya kotor itu hal lain lagi dan islam menganggap hal itu sebagai kriteria yang berbeda lagi. Psikolog islam jika disamakan dengan psikolog agama merupakan hal yang keliru, karena psikolog agama merupakan cabang dari psikologi
·         Mengupayakan integrasi psikologi dengan Islam, bukan berarti harus menganggap salah sama sekali wawasan-wawasan, teori-teori, sistem, metode dan tehnik pendekatan yang sudah ada dan berkembang di lingkungan psikologi. Tetapi yang perlu diupayakan adalah penyempurnaan dan perbandingan, yang kemudian diikuti dengan reorientasi falsafi dan konfirmasi wawasan psikologi tersebut dengan wawasan yang berlandaskan kepada nilai-nilai keislaman, sehingga Islam mampu untuk masuk pada struktur pemikiran psikologi yang terdalam.
·      Untuk meningkatkan kebahagiaan hidup, psikolog dan islam sarat akan nilai yang dapat mengantarkan pada kebahagiaan , psikolog islam juga mengungkap bagaimana seharusnya tingkah laku yang sesuai dengan yang ditetapkan oleh Allah, oleh karena itu psikolog dan islam diharapkan menjadi implikasi yang penting dalam kehidupan manusia.
·         Perumusan mengenai psikolog kaitannya dengan islam ini sendiri memiliki arti bagaimana islam mendefinisikan kepribadian dari sudut pandang psikologis. Frase kajiannya tetap pada studi Islam yang menelaah terhadap fenomena perilaku manusia dari sudut pandang psikologis.
A.      Integrasi islam dengan kedokteran dan ilmu kesehataan
·         Ilmu kedokteran adalah ilmu yang mempelajari tentang mempertahankan kesehatan dan keselamatan nyawa seseorang serta makhluk hidup lainnya, adapun ilmu ini mempelajari tentang sistem tubuh manusia serta bagaimana cara penanganannya dan menerapkannya dari ilmu yang telah diperolehnya itu. Pada masa sekarang ini ilmu kedokteran selalu mengalami perkembangan dan alat-alat kedokteran yang semakin canggih untuk menunjang penanganannya dalam praktik, pada zaman dahulu pengobatan masih tradisional, dalam masa awalnya obat-obatan yang digunakan masih menggunakan tumbuh-tumbuhan serta hewan dalam tindakannya, dan berkaitan dengan keperwcayaan yang masih dipegang erat pada masanya seperti masih percaya kepada nenek moyang, sihir, dewa dan dewi.  Ilmu kedokteran berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan kreativitas manusia,
·         Seperti ilmu lain yang ilmu kedokteran mempunyai tempat sendiri di dalam islam sebagaimana ilmu yang lainnya, ilmu kedokteran yang didefinisikan oleh Ibnu Sina dalam karyanya The Canon of Medicine, sebagai cabang ilmu yang mempelajari keadaan-keadaan sehat dan sakit tubuh manusia dengan tujuan mendapatkan cara yang sesuai untuk menjaga atau mempertahankan kesehatan.
·         Jika Masa Kejayaan Islam adalah masa kemajuan intelektual dan ilmu pengetahuan, serta sosial dan filosofi, maka kontribusi terbesar Islam kepada dunia yang dibuat pada masa itu adalah kedokteran. Para ilmuwan Islam mengumpulkan berbagai macam informasi dalam jumlah yang luar biasa, serta menambahkan hasil pengamatan sendiri, mengembangkan tekhnik dan prosedur yang kelak akan menjadi basis dari kedokteran modern. Dalam sejarah medis dunia, kedokteran Islam menonjol sebagai sebuah periode kemajuan paling luar biasa sebelum tekhnologi modern abad ke-20.
·         Ciri dari ilmu kedokteran ini

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
https://www.zenius.net/blog/6100/sejarah-peradaban-islam-ilmu-pengetahuan
https://www.kompasiana.com/vinniaprilia0104/5c1205ba43322f68c245d356/motivasi-islam-dalam-mengembangkan-ilmu-pengetahuan
http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/islam-dan-pengembangan-ilmu-pengetahuan.html
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/8064/17.pdf?sequence=1&isAllowed=y
https://muslimah.or.id/4512-definisi-tauhid.html
http://oppahermanto.blogspot.com/2013/04/hubungan-ilmu-tauhid-dengan-ilmu.html
http://sedaobagann.blogspot.com/2017/10/makalah-pandangan-islam-tentang-ilmu.html
https://www.kompasiana.com/meipritangguh/54f936d9a3331112678b4af6/islam-psikologi-islam-dan-psikologi-modern
Dadang Supardan. Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. 2009. Jakarta:



[1] Mudzakir. Studi ilmu-ilmu Qur’an (Bogor : Pustaka Litera antar Nusa, 2007). Hlm. 1
[2] Yusuf Qardawi. Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan.( Jakarta : Gema Insani). Hlm. 91
[3] Supardi, Dasar-Dasar Ilmu Sosial, 2011 (Yogyakarta: Penerbit Ombak)
[4] Supardi, Dasar-Dasar Ilmu Sosial, 2011 (Yogyakarta: Penerbit Ombak)
[5] Syiama,”pandangan islam tentang ilmu sosial” , diakses dari http://sedaobagann.blogspot.com/2017/10/makalah-pandangan-islam-tentang-ilmu.html
[6] [6] Lynn Wilcox, Ilmu Jiwa Berjumpa Tasawuf, ter. Harimurti bagoesoka, ( Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,2003), hlm. 12.

Comments